

OLEH
:
NAMA : I WAYAN JULIANTARA
NIM :
11.07.01.1312
NO :
10
KELAS : III A (sore)
MP : WEDA

KATA PENGANTAR
Om Swastyastu,
Puji
syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha
Esa, karena berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“Panca Yadnya” tepat pada
waktunya. Tidak lupa penulis mengucapkan
terima kasih kepada Bapak Drs. I GEDE
SURA.M.si, selaku dosen mata kuliah Weda
di Fakultas Pendidikan Agama dan Seni, Universitas Hindu Indonesia Denpasar.
Adapun
tujuan penulis mengangkat judul ini yaitu,untuk
memberikan informasi tentang yadnya-yadnya
yang ada di bali dan bagian-bagian dari panca yadnya.
Selain juga untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Weda. Besar harapan
penulis, makalah
ini bisa bermanfaat bagi kita semua.
Makalah
ini sungguh sangat jauh dari sempurna, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
demi kesempurnaan makalah
ini.
Terima kasih.
Om Shantih, Shantih, Shantih, Om
Denpasar, 6 Januari
2013
Penulis,
PANCA YADNYA
|
Jika ditinjau
secara ethimologinya, kata yadnya berasal dari bahasa sansekerta, yaitu dari
kata "yaj" yang artinya memuja atau memberi penghormatan atau
menjadikan suci. Kata itu juga diartikan mempersembahkan; bertindak sebagai
perantara. Dari urat kata ini timbul kata yaja (kata-kata dalam pemujaan),
yajata (layak memperoleh penghormatan), yajus (sakral, retus, agama) dan
yajna (pemujaan, doa persembahan) yang kesemuanya ini memiliki arti sama
dengan Brahma.
Yadnya (yajna) dapat juga diartikan korban suci, yaitu korban yang didasarkan atas pengabdian dan cinta kasih. Pelaksanaan yadnya bagi umat Hindu adalah satu contoh perbuatan Hyang Widhi yang telah menciptalan alam semesta dengan segala isinya dengan yadnya-Nya. Yadnya adalah cara yang dilakukan untuk menghubungkan diri antara manusia dengan Hyang Widhi beserta semua manifestasinya untuk memperoleh kesucian jiwa dan persatuan Atman dengan Paramatman. Yadnya juga merupakan kebaktian, penghormatan dan pengabdian atas dasar kesadaran dan cinta kasih yang keluar dari hati sanubari yang suci dan tulus iklas sebagai pengabdian yang sejati kepada Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa). Dengan demikian jelaslah bahwa yadnya mempunyai arti sebagai suatu perbuatan suci yang didasarkan atas cinta kasih, pengabdian yang tulus iklas dengan tanpa pamerih. Kita beryadnya, karena kita sadar bahwa Hyang Widhi menciptakan alam ini dengan segala isinya termasuk manusia dengan yadnyanya pula. Penciptaan Hyang Widhi ini didasarkan atas korban suci-Nya, cinta dan kasih-Nya sehingga alam semesta dengan segala isinya ini termasuk manusia dan mahluk-mahluk hidup lainnya menjadi ada, dapat hidup dan berkembang dengan baik. Hyang Widhilah yang mengatur peredaran alam semesta berserta segala isinya dengan hukum kodrat-Nya, serta perilaku kehidupan mahluk dengan menciptakan zat-zat hidup yang berguna bagi mahluk hidup tersebut sehingga teratur dan harmonis. jadi untuk dapat hidup yang harmonis dan berkembang dengan baik, maka manusia hendaknya melaksanakan yadnya, baik kepada Hyang Widhi beserta semua manifestasi-Nya, maupun kepada sesama makhluk hidup. Semua yadnya yang dilakukan ini akan membawa manfaat yang amat besar bagi kelangsungan hidup makhluk di dunia.
Agnim ile purohitam yajnasya
devam rtvijam,
hotaram ratna dhatanam
(R.V.I.1.1)
Hamba menuja Agni, pendeta agung upacara yadnya, yang suci, penganugrah, yang menyampaikan persembahan (kepada para Dewa), dan pemilik kekayaan yang melimpah. Ishtân bhogaân hi vo devâ
dâsyante
yahjna bhâvitâh
tair dattân
apradâyai byo
yo bhunkte
stena eva sah. (Bh. G.III.12)
Sebab dengan yadnyamu (pujaanmu) Hyang Widhi (dewata) akan memberkahi kebahagiaan bagimy, dia yang tidak membalas rakhmat ini kepada-Nya, sesungguhnya adalah pencuri. Yâjna sishtâsinah santo
muchyante
sarva kilbishaih
bhunjate te
ty agham pâpâ
ye paehamty
atma karanat. (Bh. G.III.13)
Yang baik makan setelah upacara bakti akan terlepas dari segala dosa, tetapi menyediakan makanan lezat hanya bagi diri sendiri, mereka ini, sesungguhnya makan dosa. Sesorang hendaknya menyadari , bahwa sesuatu yang dimakan, dipakai maupun yang digunakan dalam hidup ini pada hakikatnya adalah karunia Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Kuasa). Berdosalah ia yang hanya suka menerima namun tidak mau memberi. Setiap orang ingin terlepas dari segala dosa, maka itu setiap orang patut beryadnya. Dengan yadnya, Hyang Widhi akan memberkahi kebahagiaan dan kesempurnaan hidup. Dia yang tidak beryadnya, yang tidak membalas rahmat yang ia terima sebagaimana yadnya dan anugrah yang diberikan oleh Hyang Widhi, sesungguhnya ia itu adalah pencuri.
Jadi
dengan memperhatikan beberapa sloka di atas, maka jelaslah bahwa yadnya
adalah suatu amal ibadah agama yang hukumnya adalah wajib atau
setidak-tidaknya dianjurkan untuk dilaksanakan oleh umat manusia yang iman
terhadap Hyang Widhi. Seseorang hendaknya mengabdikan diri kepada-Nya dengan
penuh kesujudan dan rasa bakti dengan mengadakan pemujaan dan persembahan
yang dilakukan secara tulus iklas.
Patram pushpam phalam toyam
yo me
bhaktya prayachchati
tad aham
bhaaktypahritam
asnami
prayatatmanah. (Bh. G.IX.26)
Siapa yang sujud kepada-Ku dengan persembahan setangkai daun, sekuntum bunga,
sebiji buah-buahan atau seteguk air, Aku terima sebagai bakti persembahan
dari orang yang berhati suci.
Biasanya pemujaan dan persembahan itu dapat dilakukan dalam bentuk upacara yadnya, yaitu persembahan berupa banten atau sajen-sajen, yang terdiri dari bahan-bahan seperti bunga, daun-daun, air dan buah-buahan. Semuanya ini adalah persembahan yang bersifat simbolik. Yang terutama adalah hati suci, pikiran terpusatkan dan jiwa dalam keseimbangan tertuju kepada Hyang Widhi. Ye yatha mam prapadyante
tams tathai
va bhajamy aham
mama vartma
nurvartante
manushyah
partha sarvatah (Bh. G. IV.11)
Jalan manapun ditempuh manusia ke arah-Ku semuanya Ku terima dari mana-mana semua mereka menuju jalan-Ku oh Parta. Hyang Widhi akan menemui setiap orang yang mengharapkan karunia daripada-Nya. Hyang Widhi tidak menghapus harapan setiap orang yang melaksanakan yadnya menurut cara dan kepercayaannya masing-masing. Disini tidak harus satu cara atau jalan tertentu untuk mencapai hubungan dengan Hyang Widhi, sebab semuanya menuju kepada-Nya. Didalam pelaksanaan upacara yadnya, hal-hal yang patut diperhatikan adalah Desa, kala, Patra. Desa adalah menyesuaikan diri dengan bahan-bahan yang tersedia ditempat yang bersangkutan, di tempat mana upakara yadnya itu dibuat dan dilaksanakan, karena biasanya antara tempat yang satu dengan tempat yang yang lainnya mempunyai cara-cara yang berbeda. Kala adalah penyesuaian terhadap waktu untuk beryadnya, atau kesempatan di dalam pembuatan dan pelasksanaan yadnya tersebut. Sedangkan Patra adalah keadaan yang harus menjadi perhitungan di dalam melakukan yadnya. Orang tidak dapat dipaksa untuk membuat yadnya besar atau yang kecil. Yang penting disini adalah upakara dan upacara yang dibuat tidak mengurangi tujuan yadnya itu dan berdasarkan atas bakti kepada Hyang Widhi, karena di dalam bakti inilah letak nilai-nilai dari pada yadnya tersebut. |
BAGIAN-BAGIAN PANCA YADNYA
Adapun
pelaksanaan Panca Yadnya terdiri dari :
- Dewa Yadnya, yaitu upacara persembahan suci yang tulus ikhlas kehadapan para dewa-dewa.
- Butha Yadnya, yaitu upacara persembahan suci yang tulus ikhlas kehadapan unsur-unsur alam.
- Manusa Yadnya, yaitu upacara persembahan suci yang tulus ikhlas kepada manusia.
- Pitra Yadnya, yaitu upacara persembahan suci yang tulus ikhlas bagi manusia yang telah meninggal.
- Rsi Yadnya, yaitu upacara persembahan suci yang tulus ikhlas kehadapan para orang suci umat Hindu.
kegiatan Yadnya ini didasari oleh Tri Rna
yaitu tiga hutang yang mesti dibayar sehubungan dengan keberadaan kita. adapun
tri rana tersebut adalah
- Dewa Rna, hutang kepada Ida Sang Hyang Widhi dalam manifestasinya sebagai para dewata yang telah memberikan anungrahnya kepada setiap mahluk.
- Pitra Rna, hutang kepada para leluhur termasuk orang tua, sehubungan dengan kelahiran kita serta perhatiannya semasahidup.
- Rsi Rna, hutang kepada para sulinggih, pemangku dan para guru lainya atas bimbingannya selama ini.
hutang – hutang tersebut kemudian dibayar dengan
yadnya, yang kemudian diaplikasikan dengan Panca Yadnya. adapun cara pembayaran
tersebut adalah:
- Dewa Rna, dibayar melalui Dewa Yadnya dan Bhuta Yadnya.
- Pitra Rna, dibayar dengan Pitra Yadnya dan Manusa Yadnya.
- Rsi Rna, dibayar melalui Rsi Yadnya.
Sesuai dengan agama dan tradisi di Bali, masyarakat
Bali Hindu sesungguhnya manusia yang penuh ritual agama yang terbungkus dalam
Panca Yadnya. Ritual agama itu dilakukan terhadap manusia Bali Hindu dari sejak
dalam kandungan, dari lahir sampai menginjak dewasa, dari dewasa sampai mulih
ke tanah wayah (meninggal).
Pemberkahan demi pemberkahan dilakukan untuknya
dengan segala bebantenan serta mantra-mantranya agar munusia Bali Hindu itu
menjadi manusia yang berbudi luhur atau memiliki sifat kedewataan di mayapada
ini dan bisa amoring acintya dengan Sanghyang Widhi di alam vaikunta (alam
keheningan).
Inilah daftar ritual agama yang dilakukan manusia
Bali Hindu sesuai dengan tradisi di Bali:
- Pegedong-gedongan - dilakukan saat kehamilan berumur 175 hari ( 6 bulan kalender). Upacara pertama sejak tercipta sebagai manusia.
- Bayi Lahir - upacara angayu bagia atas kelahiran. Perawatan terhadap ari-ari si bayi.
- Kepus Puser - bayi mulai diasuh Hyang Kumara.
- Ngelepas Hawon - dilaksanakan pada bayi berumur 12 hari.
- Kambuhan - upacara bulan pitung dina (42 hari), perkenalan pertama memasukkan tempat suci pemrajan.
- Nelu Bulanin/Nyambutin - upacara tiga bulanan (105 hari), penekanannya agar jiwatma sang bayi benar-benar berada pada raganya.
- Otonan (Oton Tuwun) - upacara saat pertama bayi menginjakan kakinya pada Ibu Pertiwi (210 hari).
- Tumbuh Gigi - mohon berkah agar gigi si bayi tumbuh dengan baik.
- Meketus - si anak sudah tidak lagi diasuh Hyang Kumara (tidak lagi mebanten di pelangkiran Hyang Kumara)
- Munggah Daha / raja sewala - upacara menginjak dewasa, saat-saat merasakan getaran asmara.
- Potong Gigi/metatah - simbolis pengendalian Sad Ripu.
- Mawinten - mohon waranugraha utk mempelajari ilmu pengetahuan.
- Upacara Perkawinan - (a) medengen-dengenan (mekala-kalaan), (b) natab.
- Upacara Ngaben/Palebon - pengembalian panca mahabuta.
- Upacara Nyekah/Malagia - Atma Wedana yang dilanjutkan dengan ngelingihin Betara Hyang di pemrajan.
- Upacara Piodalan dan Pecaruan – memohon ketentraman alam
Semua upacara di atas disertai dengan bebantenan
sesuai dengan fungsi atau peruntukannya. Daftar ritual agama di atas
menunjukkan bahwa manusia Bali Hindu secara tradasi penuh dengan ritual agama.
Seolah-olah tiada hidup tanpa ritual agama baik pada dunia maya ini maupun pada
dunia akhirat (sekala dan niskala).
Jika semua upacara itu bisa diterapkan sesuai
dengan aturannya, maka manusia Bali diharapkan menjadi manusia yang memiliki
sifat yang mengarah kesifat kedewataan, pergerakan perilaku dari tamasik-
rajasik mengarah ke rajasik-satwika atau bahkan pada satwika. Perputaran
perilaku itu dapat dihasilkan dari begitu dalam makna tahap demi tahap ritual
agama itu utk menghantarkan menjadi manusia yang bersifat rajasik-satwika atau
satwika dari getaran-getaran energi positif getaran bebantenan dan
mantra-mantranya secara sinergistik.
TINGKATAN-TINGKATAN YADNYA
Tingkatan Yadnya didasari oleh besar kecilnya upakara yang dipersembahkan dan
dibedakan menjadi tiga tingkatan,yaitu :
-
Nista
-
Madya
-
Utama
Masing-masing dari ketiga tingkatan diatas dapat
dibedakan dalam tiga tingkatan lagi berdasarkan dari besar kecilnya upakara
yang menjadi sarana persembahannya, yaitu :
-
Nistaning Nista
-
Nistaning Madya
-
Nistaning Utama
-
Madyaning Nista
-
Madyaning Madya
-
Madyaning Utama
-
Utamaning Nista
-
Utamaning Madya
-
Utamaning Utama
Perbedaan tingkatan yadnya ini disesuaikan dengan
tingkat kemampuan umat yang akan melaksanakan karena tujuan yadnya yang menuju
kesejahtraan dan kebahagian tidak memberiikan penderitaan bagi umat.Dan dari
segi kualitas kesembilan tingkatan yadnya tersebut tidaklah ada perbedaan
sepanjang dilaksanakan dengan rasa bakti,ketulusan dan kesucian hati.
HUBUNGAN YADNYA DENGAN TRI GUNA
Dilihat dari
segi kualitas tri guna yang melatar belakangi pelaksanaan yadnya, Bhagawadgita
membedakan tiga jenis yadnya, yaitu :
-
Sattwika Yadnya
Adalah yadnya yang dilaksanakan dengan keiklasan
tanpa mengharapkan hasilnya dan dilaksanakan sebagai suatu kewajiban yang patut
dilaksanakan, serta sesuai dengan sastranya.
Aphalakanksibhir yajno
vidhi-drsto ya ijyate,
Yastavyam eveti manah samadhaya
sa sattvikah
(bhagawadgita.XVII.11)
Artinya :
Yadnya yang dihaturkan sesuai dengan sastranya,
oleh mereka yang tidak mengharapkan buahnya dan teguh kepercayaannya, bahwa
memang sudah kewajibannya untuk beryadnya, adalah satwika(baik)
-
Rajasika Yadnya
Adalah yadnya yang dipersembahkan dengan motivasi
untuk memamerkan kemampuan serta terikat dengan keinginan untuk memperoleh
buahnya.
Abhisandhaya tu phalam
dambhartham api caiva yat,
Ijyate bharata-srestha tam yajnam
vidhi rajasam
(bhagawadgita. XVII.12)
Artinya :
Akan tetapi apa yang dihaturkan degan pengharapan
akan buahnya atau hanya untuk memamerkan, ketahuilah oh arjuna, bahwa yadnya
itu adalah rajasika(bernafsu).
-
Tamasika Yadnya
Adalah yadnya yang dilaksanakan secara sembarangan,
tidak sesuai dengan ketentuan sastranya, tidak ada makanan yang dibagi-bagikan,
tidak ada mantra, syair yang dinyanyikan, tidak ada daksina, serta tidak
dilandasi keyakinan dan kepercayaan.
Vidhi-hinam asrstannam
mantram-hinam adaksinam,
Sraddha-vivirahitam yajnam
tamasam paricaksate.
(bhagawadgita, XVII.13)
Artinya:
Yadnya yang tidak sesuai degan petunjuk, dengan
tidak ada makanan yang dibagi-bagikan, tidak ada mantra, syair yang dinyanyikan
dan tidak ada punia daksina yang diberikan, tidak mengandung kepercayaan,
mereka sebut yadnya yang tamasika(bodoh).
Dengan demikian
tinkat kualitas yadnya dibedakan atas dasar pengaruh tri guna yang memberi
motivasi dalam pelaksanaannya.Dalam tingkatan ini besar kecilnya tingkatan
yadnya tidak menjadi ukuran, namun tingkat spiritual suatu persembahan/yadnya
lebih ditentukan oleh sradha, bakti, keimanan, keiklasan serta jauh dari rasa
ego.
KESIMPILAN DAN SARAN
Kesimpulan
Panca yadnya merupakan korban suci yang tulus iklas yang didasari atas rasa
bhakti dan kasih sayang serta tanpa pamrih.Yadnya memiliki lima pembagian
(panca yadnya), yaitu dewa yadnya, manusa yadnya, butha yadnya, pitra yadnya
dan rsi yadnya.Pelaksanaan yadnya ini bukan ditentukan oleh tingkatan yadnya,
namun oleh tri guna.Karena bagaimanapun besarnya sebuah upacara, jika tanpa
didasari oleh ketulusan, iklas,bhakti, kasih sayang dan tanpa pamrih(phala).
Upacara tersebut tidak akan menjadi sempurna (kurang bermakna).
Saran
Berdasarkan uraian diatas hendaknya kita menyadari bahwa nilai sebuah yadnya
bukan ditentukan oleh tingkatan yadnya, namun bagaimana cara kita belajar untuk
iklas, tulus, penuh kasih sayang dan didasari oleh hati yang suci nirmala dalam
melaksanakan sebuah pengorbanan (yadnya).
DAFTAR PUSTAKA
BHAGAWADGITA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar