OGOH-OGOH ATAU POLITIK
Sebagai umat yang beragama dan
tinggal di Bali, saya rasa bila ogoh-ogoh di tiadakan hanya karena berdekatan
dengan pemilu itu tidak masuk logika, pasalnya masyarakat Bali sudah melakukan
upacara ngerupuk secara turun temurun dan ini sudah menjadi budaya di Bali,
sedangkan pemilu baru-baru ini ikut dilaksanakan oleh rakyat. Saya yang merasa
masyarakat Bali merasa kurang setuju dengan keputusan itu, apakah nanti
pemimpin yang terpilih bisa mengusir Bhutakala yang ada di Bali? Kami rakyat
Bali dengan rasa keagamaan dan kebudayaan yang kental masih percaya dengan apa
yang telah di tinggalkan oleh leluhur kami. Mengenai kekerasan yang ada pada
hari Pengerupukan atau pada saat pawai ogoh-ogoh itu tidak dilakukan oleh semua
pemuda, hanya ada beberapa yang melakukan itu dan mungkin hal yang menjadi
pemicu permasalahan adalah dendam atau masalah pribadi seseorang saja, jadi
tidak ada hubungannya antara ngerupuk dengan kekerasan, bila itu yang menjadi
pedoman bagi pemimpin saya rasa kurang tepat bila pawai ogoh-ogoh itu di
tiadakan. Dalam hal ini kreatipitas dan rasa menyamebraya juga akan tumbuh pada
diri muda-mudi Bali, karena didalam pembuatan ogoh-ogoh diperlukan kekompakan
dan rasa saling memiliki antar pemuda. Satu hal yang perlu di ingat pawai
ogoh-ogoh bukan ajang kekerasan tapi itu ajang kreatipitas, pelestarian
kebudayaan dan pelaksanaan agama masyarakat Bali.