Senin, 03 Februari 2014



OGOH-OGOH ATAU POLITIK

Sebagai umat yang beragama dan tinggal di Bali, saya rasa bila ogoh-ogoh di tiadakan hanya karena berdekatan dengan pemilu itu tidak masuk logika, pasalnya masyarakat Bali sudah melakukan upacara ngerupuk secara turun temurun dan ini sudah menjadi budaya di Bali, sedangkan pemilu baru-baru ini ikut dilaksanakan oleh rakyat. Saya yang merasa masyarakat Bali merasa kurang setuju dengan keputusan itu, apakah nanti pemimpin yang terpilih bisa mengusir Bhutakala yang ada di Bali? Kami rakyat Bali dengan rasa keagamaan dan kebudayaan yang kental masih percaya dengan apa yang telah di tinggalkan oleh leluhur kami. Mengenai kekerasan yang ada pada hari Pengerupukan atau pada saat pawai ogoh-ogoh itu tidak dilakukan oleh semua pemuda, hanya ada beberapa yang melakukan itu dan mungkin hal yang menjadi pemicu permasalahan adalah dendam atau masalah pribadi seseorang saja, jadi tidak ada hubungannya antara ngerupuk dengan kekerasan, bila itu yang menjadi pedoman bagi pemimpin saya rasa kurang tepat bila pawai ogoh-ogoh itu di tiadakan. Dalam hal ini kreatipitas dan rasa menyamebraya juga akan tumbuh pada diri muda-mudi Bali, karena didalam pembuatan ogoh-ogoh diperlukan kekompakan dan rasa saling memiliki antar pemuda. Satu hal yang perlu di ingat pawai ogoh-ogoh bukan ajang kekerasan tapi itu ajang kreatipitas, pelestarian kebudayaan dan pelaksanaan agama masyarakat Bali.